Oleh: Teguh Triatmoko.
I.
PEMBUKAAN.
I.1.
Tantangan Demokrasi Pasca Era Reformasi.
Tulisan ini
hadir dalam
suatu situasi lingkungan
bernegara pada masa yang disebut era reformasi demokrasi. Tentu saja perjalanan
demokrasi di Indonesia masih mencari bentuk karena Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan
suatu negara yang bisa dikatakan bukanlah suatu bentuk negara sekular dan juga
bukanlah
suatu bentuk negara relijius
seperti yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila. Dari sudut pandang inilah hadir suatu
permasalahan mengenai dinamika jalannya sistem demokrasi pasca reformasi tahun
1998, yang sebenarnya juga telah terjadi suatu dinamika perjalanan demokrasi pada masa Sukarno dengan istilah
"Demokrasi Terpimpin".
Dalam hal ini yang harus diketahui adalah bahwa demokrasi merupakan suatu gagasan yang berlandaskan nilai sekular atau
bersifat du monde, sedangkan NKRI merupakan suatu negara
dengan penduduk mayoritas adalah seseorang individu muslim dan kemudian
individu lain dengan keimanan atau kepercayaan yang lain. Dalam hal ini, apakah
nilai demokrasi sekular bertentangan dengan suatu individu dengan sistem
relijiusnya?
Setiap individu dalam proses perjalanan hidupnya pasti
mengalami saat-saat datangnya suatu masa dimana pengetahuan-pengetahuan yang
bersifat dunia (du monde) masuk ke dalam pikirannya,
bahkan untuk seorang individu relijius pun. Tulisan ini bukan hanya memaparkan suatu sudut pandang tantangan demokrasi yang pada
awalnya terlihat dalam pikiran peradaban Yunani Kuno dan bersinggungan dengan suatu pola pikir Pancasila,
namun hal ini juga telah terjadi pada kisah-kisah peradaban klasik
yang berbasis iman agama, baik Islam maupun Kristen yang
juga telah terjadi persentuhan dan persinggungan dengan gagasan-gagasan sekular Yunani Kuno yang banyak
disimpan di dalam The Great Library of Alexandria di Kota Alexandria/Iskandariyah,
Mesir.
Contoh
dalam peradaban Islam sendiri telah terjadi penerjemahan pengetahuan-pengetahuan dari peradaban Yunani Kuno yang
ditandai dengan dibangunnya Darul Al-Hikmah di
Kota Baghdad, Irak. Dan kemudian juga berdirinya Perpustakaan/Masjid Agung Cordoba di
Kota Cordoba/Cordova/Qorthoba, Spanyol. Pertemuan peradaban Kristen dengan gagasan-gagasan sekular peradaban
Yunani Kuno disinyalir melalui persentuhan dengan
Peradaban Kekaisaran Romawi Kuno yang pernah juga melakukan
persentuhan dan persinggungan dengan peradaban Yunani Kuno.
Yang menjadi model
pertanyaannya ialah, apakah datangnya suatu pengetahuan yang bersifat sekular/duniawi/du
monde dalam perjalanan seseorang
individu relijius dapat dihindari?
Atau
pengetahuan sekular itu menempel dalam suatu sistem relijius yang dikembangkan dan
sudah merupakan bagian dari proses perjalanan spiritual suatu
individu? Yang
pasti, hal-hal yang telah disebutkan di atas mempunyai polemik dan permasalahannya masing-masing seperti yang pernah diceritakan dalam
pengetahuan atas sejarah peradaban.
II.
PEMBAHASAN.
II.1.
Negara Kesatuan Amerika Serikat dan Sistem
Demokrasi.
Negara Kesatuan Amerika (Amerika Serikat) dengan
penduduk mayoritas menganut protestanisme dan sistem Demokrasi Representatifnya
merupakan suatu bentuk demokrasi sekular modern karena mengambil landasan
pijakan sistemnya berdasarkan Deklarasi Kemerdekaan dan juga Deklarasi Hak
Asasi Manusia. Demokrasi Representaif yang dimaksud adalah suatu bentuk kekuasaan
Rule by The People, yaitu masyarakat
memilih perwakilannya dari masing-masing wilayah Negara Federal melalu
Pemilihan Umum Resmi berkala yang difasilitasi oleh Pemerintah untuk mengisi
jabatan-jabatan di Pemerintahan untuk melakukan fungsi Legislatif Perwakilan
dan Senat, Eksekutif Pemerintahan dan juga Kongres untuk merumuskan suatu
Konstitusi yang bersifat seperti Kontrak Sosial kepada Konstituen yang akan menjadi
acuan penyelenggaraan Pemerintahan.
Penulis menilai bahwa pandangan demokrasi di Amerika
Serikat merupakan suatu bentuk evolusi persinggungan iman Kristen dan pelbagai
pandangan sekular modern yang dilandaskan pada Kebebasan dan Rasionalisme yang
berkembang di Eropa atas 13 koloni yang melakukan Deklarasi Kemerdekaan dimana para
tokoh koloni-koloni Inggris dan Prancis seperti Thomas Jefferson dan George
Washington mempunyai peranan penting pada saat itu.
Thomas Jefferson dari koloni Inggris merupakan
pengusung gagasan liberalisme, republikanisme dan gagasan negara sekular yaitu
pemisahan antara negara dan agama. George Washington dari koloni Prancis
merupakan anggota Gereja Anglikan dan Freemasons. Kemudian mereka membentuk
Kongres Kontinental, yaitu wadah delegasi dari masing-masing ke-13 koloni dan
mendeklarasikan kemerdekaan dari Inggris dan Prancis. Kemudian George
Washington terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-1 dan Thomas Jefferson
terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-3.
II.2.
Demokrasi Prancis dan Trias Politica.
Revolusi Prancis merupakan suatu momen era awal dari
pembentukan negara demokrasi sekular modern yang dianggap penting dan sukses
dalam mengganti sistem tata pemerintahan yang bersifat
Monarki/Kekaisaran/Kerajaan Absolut yang dinilai telah melakukan penyalahgunaan
wewenang kekuasaan yang bersanding dengan Kekuasaan Agama iman Kristen. Tokoh
yang dinilai penting dalam era awal demokrasi sekular di Prancis adalah
Jean-Jacques Rousseau dan Charles-Louis da Secondat, Baron de La Brede et de Montesquieu
yang mengajukan konsep The Social
Contract dan Trias Politica
sebagai landasan bernegara.
Trias Politica membagi kekuasaan yang pada saat itu
berbentuk Monarki Absolut menjadi 3 fungsi agar terjadi kesetaraan kekuasaan
dan mempunyai fungsi saling kontrol. Kekuasaan dibagi menjadi 3 fungsi yaitu
fungsi legislatif (regulasi), eksekutif (pelaksana) dan yudikatif (pengawasan)
dan kemudian 3 kekuasaan tersebut mempunyai ikatan Kontrak Sosial dengan
publik.
Penulis menilai bahwa peralihan kekuasaan yang bersifat
privat-tunggal dan berbentuk kediktatoran dalam suatu pemerintahan Monarki
Absolut (yang merupakan bagian dari Kekaisaran Roma pada waktu itu) menyebabkan
ketidakpuasan para tokoh pemerintahan Aristokrasi sebelumnya. Kemudian para tokoh
Aristokrasi ini mencetuskan gagasan-gagasan agar kekuasaan yang bersifat privat-tunggal
mulai beralih kedalam bentuk kekuasaan yang bersifat publik dan menggagas suatu
bentuk pemerintahan demokratis.
II.3.
Demokrasi Negara Kota Yunani: Catatan Kisah Crito dalam Filsafat
Socrates.
Pada bagian ini penulis ingin memaparkan sebagian dari
dialog Crito dalam tulisan Plato
mengenai filsafat Socrates yang dinilai suatu catatan tertulis mengenai bentuk
pemikiran demokrasi pada masa Yunani Kuno. Tercatat bahwa Crito merupakan nama
seseorang yang menemui Socrates di dalam penjara negara Athena tahun 399
Sebelum Masehi. Berikut bagian-bagian yang dikutip yang penulis simpulkan
berkaitan dengan ide demokrasi:
“SOCRATES: Tetapi, Crito sayang, mengapa kita harus
memberi perhatian begitu banyak kepada apa yang dipikirkan “banyak orang”?
Orang-orang yang penuh pemikiran yang memiliki lebih banyak dakuan untuk
dipikirkan, akan percaya bahwa segala sesuatunya telah berlaku dengan benar
sebagaimana adanya.
CRITO: Seperti yang dapat kamu lihat di dirimu.
Socrates, seseorang wajib menanggung pendapat umum juga. Situasi yang ada
sekarang cukup untuk menujukkan bahwa kapasitas dari orang biasa untuk
menyakiti orang lain tidak terbatas pada gangguan-gangguan kecil, tetapi hampir
tidak ada batasnya jika kamu sesekali mendapatkan nama buruk dari mereka.
SOCRATES: Aku hanya berharap bahwa orang-orang biasa
yang memiliki kapasitas tidak terbatas untuk merugikan orang lain juga memiliki
kekuasaan tidak terbatas untuk melakukan hal yang baik, yang tentunya akan
menjadi hal yang baik sekali. Nyatanya, mereka tidak memiliki keduanya. Mereka
tidak dapat membuat seorang manusia bijak atau bodoh; mereka meraih apa pun
yang menguntungkan.
CRITO: Memang demikian jika kamu suka; tetapi katakan
padaku tentang hal ini, Socrates. Aku harap kamu tidak cemas dengan
akibat-akibat yang mungkin menimpaku dan sahabat-sahabatmu, dan berpikir bahwa
jika kamu melarikan diri, maka kami akan mendapatkan masalah dengan para
informan karena telah membantumu melarikan diri, dan harus kehilangan semua
yang kami miliki atau membayar denda yang besar jumlahnya, atau bahkan menjadi
korban untuk hukuman yang lebih berat? Jika ada pikiran semacam ini
mengganggumu, buanglah itu semua. Sudah pasti benar bagi kita untuk menjalani
risiko demi menyelamatkanmu, dan bahkan yang terburuk jika diperlukan. Ambil
saranku dan lakukan seperti yang kuusulkan.
SOCRATES: Semua yang kamu katakan sangat ada dibenakku,
Crito, dan sebagian besar lebih berada di pinggiran.
CRITO: Tolong jngan takut akan hal-hal ini. Sebenarnya,
ada sejumlah orang tertentu yang ingin menyelamatkanmu dari sini dan membawamu
ke luar negeri. Pasti kamu menyadari betapa murahnya para informan ini untuk
disuap; kami tidak perlu banyak untuk membuat mereka diam. Aku punya uang yang
dapat kamu pergunakan—aku kira semuanya akan cukup.”
Sebelum lanjut mengutip, yang harus dipahami di sini
adalah suatu sosok Socrates yang dinilai bijak dengan sistem filsafat
pertanyaan-pertanyaannya dan alam pikir Crito yang merupakan seseorang kenalan
Socrates, keduanya merupakan warga negara Kota Athena. Berikut lanjutan kutipan
yang dinilai penting dalam dialog Crito:
“SOCRATES: Crito yang baik, aku akan amat menghargai
semangatmu jika itu benar dan wajar; jika tidak, maka semakin kuat semangat
itu, ia akan semakin problematis. Karenanya, kita harus mempertimbangkan apakah
kita harus mengikuti nasehatmu atau tidak; sikapku bukannya belum pernah
terjadi, karena sependasaranku, tidak pernah kuterima satu pun nasehat dari
“teman-temanku” kecuali argumentasi yang tampak terbaik dalam refleksi...tidak
bahkan jika kekuatan rakyat membangkitkan kelompok-kelompok baru dari
momok-momok yang menakut-nakuti pikiran kita yang kekanak-kanakan, dengan
menundukkan kita di rantai dan eksekusi dan pengambilalihan milik kita.
Baiklah, lalu bagaimana kita mempertimbangkan persoalan
dengan cara yang paling masuk akal? Anggaplah kita mulai dengan membantah
tekananmu tentang pendapat masyarakat. Apakah benar untuk berpendapat bahwa
sejumlah opini harus dipertimbangkan secara serius sementara yang lain tidak?
Atau apakah itu salah?...Pikirkanlah kemudian, tidakkah cukup baik untuk
berkata bahwa seseorang tidak harus menilai semua pendapat yang diyakini banyak
orang, tetapi hanya beberapa dan tidak yang lain? Apa pendapatmu? Bukankah itu
sebuah pernyataan yang adil?
CRITO: Cukup adil.
SOCRATES: Dengan kata lain, seseorang harus menghargai
yang bersuara dan bukan yang cacat?
CRITO: Ya.
SOCRATES: Pendapat-pendapat orang bijaksana berbunyi,
dan pendapat orang bodoh penuh cacat?
CRITO: Tentu saja.
SOCRATES: Dan kemudian: apa yang kamu pikirkan tentang
ilustrasi yang biasa kugunakan? Ketika seorang manusia sedang berlatih dan
mengungkapkannya secara serius, apakah dia memberi perhatian kepada semua
pujian dan kritisisme dan pendapat tanpa pandang bulu, atau hanya ketika itu
hadir dari orang berkualitas, dokter atau pelatih?
CRITO: Hanya ketika itu datang dari orang berkualitas.
SOCRATES: Maka, seharusnya dia takut terhadap
kritisisme dan menyambut pujian dari seseorang yang berkualitas tapi bukan dari
khalayak ramai.
CRITO: Jelas.
SOCRATES: Maka, dia seharusnya mengatur tindakan dan
latihan-latihannya berikut makan-minumnya sesuai penilaian instrukturnya, yang
memiliki pengetahuan ahli, daripada pendapat kebanyakan orang.
CRITO: Memang demikian.
SOCRATES: Baik sekali. Sekarang, jika dia menentang
satu orang dan tidak mengindahkan pendapat dan pujian-pujiannya, dan menyukai
nasihat dari banyak yang tidak memiliki pengetahuan ahli, sungguh pasti dia
akan menderita beberapa pengaruh yang tidak baik?
CRITO: Pasti.
SOCRATES: Lalu, apakah pengaruh yang tidak baik ini? Di
mana dampaknya?—Maksudku, dibagian mana dari orang yang tidak taat?
CRITO: Tubuhnya, sungguh-sungguh; itulah yang rusak.
SOCRATES: Sangat baik. Baiklah, sekarang katakan
padaku, Crito—kita tidak ingin bergerak ke semua contoh satu demi satu—apakah
ini sesuai sebagai sebuah aturan umum, dan di atas segalanya persoalan-persoalan
yang kita hadapi dan sekarang berusaha memutuskan: adil dan tidak adil,
memalukan dan terhormat, baik dan jahat? Haruskah kita dipandu dan diintimidasi
oleh pendapat banyak orang atau oleh seseorang—dengan berasumsi bahwa ada
seseorang yang berkeahlian? Apakah benar bahwa kita harus hormat dan takut
kepada orang berkeahlian ini lebih dari jika semuanya diletakkan bersama; dan
bahwa jika kita tidak mengikuti bimbingannya kita akan merusak dan membelah
bagian kita yang mana, seperti yang biasa kita katakan, diperbaiki oleh
tindakan yang adil dan dihancurkan oleh yang tidak adil. Atau semua ini omong
kosong?
CRITO: Tidak aku pikir itu benar Socrates.
SOCRATES: Maka, pertimbangkanlah langkah yang
selanjutnya. Ada bagian dari kita yang diperbaiki oleh tindakan-tindakan yang
sehat, dihancurkan oleh tindakan yang tidak sehat. Jika sungguh merusaknya
dengan menerima nasihat yang berlawanan dengan nasihat para ahli, akankah hidup
menjadi lebih baik ketika bagian ini sekali dirusak? Bagian yang kumaksud
adalah tubuh; apakah kamu dapat menerima ini?
CRITO: Ya.
SOCRATES: Baiklah, apakah hidup seharga hidup dengan
tubuh yang dilelahkan dan dirusak?
CRITO: Pasti tidak.
SOCRATES: Bagaimana bagian dari tubuh kita yang dibelah
oleh tindakan yang tidak adil di satu sisi dan tindakan adil yang menguntungkan
di lain sisi? Apakah hidup layak dijalani dengan bagian yang hancur? Atau
apakah kita percaya bahwa bagian tubuh ini, apa pun yang terjadi, sehubungan
dengan yang adil dan tidak adil, adalah kurang penting daripada tubuh?
CRITO: Pasti tidak.
SOCRATES: Apakah bagian itu lebih benar-benar berharga?
CRITO: Jauh lebih berharga.
SOCRATES: Dalam kasus itu, kawanku, yang harus kita
cemaskan bukanlah sepenuhnya yang secara umum akan dikatakan oleh banyak orang
tentang kita, tetapi yang dikatakan oleh ahli tentang keadilan dan ketidak
adilan, otoritas tunggal, dan kebenaran di dirinya. Karena itu, pertama-tama usulanmu
tidak kuat berdasarkan ketika kamu mendaku bahwa kita harus memikirkan pendapat
umum tentang yang adil dan terhormat dan baik, atau yang sebaliknya. “Tapi
semuanya sama”, seseorang bisa keberatan, “Rakyat memiliki kuasa membunuh kita”
CRITO: Itu cukup jelas! Akan dikatakan, Socrates; kamu
sungguh benar.
SOCRATES: Namun, sepanjang penglihatanku, kawanku,
argumentasi yang baru saja kita lalui sungguh tidak dipengaruhi oleh itu. Pada
saat yang sama, aku memintamu untuk memikirkan apakah kita tetap setuju dengan
hal ini: bahwa hal yang paling penting bukanlah hidup, tetapi hidup dengan
baik.
CRITO: Setuju.”
III.
PENUTUPAN.
III.1.
Individu dan Keadilan dalam Demokrasi Indonesia.
Telah dipaparkan di atas bagaimana suatu sistem dan
pemikiran demokrasi telah berlangsung dalam pelbagai zaman, mulai dari jaman
Yunani Kuno dan sampai zaman modern saat ini. Sebagai individu tentu harus
menimbang-nimbang apakah akan mengikuti suara terbanyak ataukah pendapat para
ahli? Bagaimana mengetahui suatu motif dari suatu suara atau pun pendapat juga diperlukan
dalam rangka menempatkan keadilan dalam sistem bernegara demokrasi. Jika
keadilan adalah menempatkan suatu hal pada tempat yang tepat, tentu saja ukuran
tempat yang tepat juga menjadi suatu hal yang bersifat kompleks dan rumit.
Perjalanan ide demokrasi yang sekular ini juga mendapat tantangan dengan
berkembangnya suatu sistem agama dan sistem sains-modernisme yang sedang
berjalan menuju pos modernisme, dan begitu pula sebaliknya.
Jika Anda seseorang relijius, apakah akan tetap
memaksakan suatu bentuk demokrasi negara Indonesia bersifat tidak sekular dan
juga tidak agamis? Bagaimana jika demokrasi di Indonesia menjadi sekular
mengikuti semangat awal ide sistem demokrasi negara kota Yunani Kuno sampai
demokrasi modern ala Negara Kesatuan Amerika?
Apakah Anda telah berbuat adil dalam sistem demokrasi
Indonesia ataukah Anda telah mendapatkan keadilan dari sistem negara demokrasi
di Indonesia? Risiko-risiko apa saja yang akan terjadi jika tidak adil? Dan
keuntungan-keuntungan apa saja dari suatu keadilan? Apakah itu suatu yang
benar-benar cacat?
IV.
DAFTAR PUSTAKA:
“Representative
Democracy”. Wikipedia; The Free Encyclopedia.
Wikimedia Foundation: Florida; https://en.wikipedia.org/wiki/Representative_democracy.
“Revolusi Prancis”. Wikipedia,
Ensiklopedia Bebas. Wikimedia Foundation: Florida; https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Prancis.
“Tantangan
Demokrasi di Indonesia”. Universitas Indonesia; Veritas,
Probitas, Justitia. Universitas Indonesia: Jawa Barat. Tahun 2016 Masehi; https://www.ui.ac.id/tantangan-demokrasi-di-indonesia.
Tredennick, Hugh dan Harold Tarrant. “Plato: Hari-hari
Terakhir Socrates (Euthyphro, Apology, Crito,
Phaedo).” Terjemahan Eleonara Bergita. PT Elex Media Komputindo: DKI
Jakarta. Tahun 2011 Masehi.
Bekasi,
7 Juni 2020 Masehi.
Siklus
Bulan:
15 Sawal 1953 Jawa.
15 Syawal 1441 Hijriah.
98% Pasang Surut.
Komentar