PORNOGRAFI & PORNOAKSI: PERLUKAH DILEGALKAN?

Pada tulisan kali ini saya tidak memakai penelusuran literatur secara rinci untuk mengungkapkan suatu fenomena pornografi dan pornoaksi dalam suatu tata aturan dunia. Tulisan ini hanyalah berupa perspektif penulis dalam refleksi pemahaman literatur yang pernah dibaca dan aksi konkrit di lapangan.

Yang dimaksud dengan kata "porn" atau porno adalah suatu kata yang bermakna telah terjadi proses komersialisasi atau proses komodifikasi perdagangan yang melibatkan mata uang untuk terjadinya transaksi ekonomi. Dengan demikian kata-kata pornografi dan pornoaksi merupakan suatu tulisan dan aksi mengenai seksualitas tubuh yang telah dikomoditaskan/komersialisasikan.

Dalam sejarah peradaban manusia, bentuk prostitusi merupakan bentuk pornoaksi pertama dalam pemerintahan matriarkis atau sebelum beralih menjadi bentuk pemerintahan patriarkis dengan ditandai terdapatnya hukum tertulis/codex. Pada saat itu peradaban masih dalam masa kegelapan dengan ditandai terjadinya pembunuhan, perbudakan ikatan sosial yang sangat mengekang atau pemenjaraan atau kuat berdasarkan tali persaudaraan keluarga atau darah. Pelaku prostitusi paling dominan adalah perempuan dengan dikepalai oleh seorang perempuan karena sistem bersifat hirarkis-matriarkis. Laki-laki bekerja untuk jalannya peradaban dan masuk ke dalam dunia prostitusi untuk pembentukan keluarga.

Kemudian dalam sistem pemerintahan patriarkis kuno, praktek pornoaksi (prostitusi dengan pelaku perempuan dan laki-laki) tetap hadir dan berkembang menjadi bentuk pornografi karena peradaban telah mengenal tulisan atau teks sehingga ditemukan pelbagai catatan atau babad atau buku atau kitab mengenai bentuk-bentuk seksualitas manusia dalam sejarah peradaban. Walau peradaban pada saat ini masih diliputi oleh kegelapan (perbudakan, ikatan komunal yang terlalu mengikat dan pembunuhan), namun pembentukan suatu teks merupakan awal suatu pencapaian pencerahan akal.

Lalu kemudian manusia berjalan menuju apa yang disebut zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dengan dihadirkannya bentuk agama-agama yang telah hadir pada peradaban saat ini. Penolakan bentuk pornoaksi dan pornografi menjadi terlarang dan ditentang dalam periode ini untuk menghadirkan suatu bentuk moralitas baru. Pembentukan teks-teks agama/kitab-kitab suci menjadi acuan dalam menjalankan suatu sistem pemerintahan kerajaan dan kekaisaran. Walau pun begitu, tetap secara samar-samar bentuk pornografi dan pornoaksi terus berjalan dalam sejarah kehidupan manusia, pada teks-teks keagamaan bentuk perbudakan dan pembunuhan masih terungkap walaupun secara dogma moral mengatakan bahwa agama-agama hadir untuk membebaskan manusia dari perbudakan dan segala macam apa yang dikatakan suatu standar moral yang mengandung kebajikan karena direstui oleh Tuhannya masing-masing. Pencerahan dan pencapaian yang didapat dari perkembangan peradaban manusia menuju tingkat yang lebih tinggi  ini adalah suatu bentuk keimanan/keyakinan kuat dalam melakukan upaya tertentu untuk mencapai tujuan tertentu berlandaskan teks yang dianggap suci, ikatan komunal darah yang semakin merenggang digantikan dengan ikatan keimanan agama dan terjadinya distribusi kepemilikan atas aset kepada kedua gender (laki-laki dan perempuan), namun tetap semakin tinggi peradaban manusia yang telah mencapai tahap pencerahan agama, tetap tidak bisa menghilangkan tindakan pembunuhan dan perbudakan.

Kemudian pencapaian peradaban manusia sampailah kepada zaman Renaisans Perancis dengan dua pilar utamanya yaitu Liberasi (Pembebasan) dan Rasionalisasi membentuk suatu tatanan dunia modern Pemerintahan Republik-Demokrasi untuk melampaui pencapaian pencerahan dari zaman pemerintahan berbasis agama menjadi pemerintahan berbasis sekular-humanistik dan pencerahan sains. Tentu saja praktek-praktek prostitusi (pornoaksi) dan pornografi masih tetap hadir dalam perjalanan peradaban manusia dan semakin mengalami pembebasan dengan gerakan lukisan-lukisan ketelanjangan seksualitas ala Renaisans. Seberapa kuat moralitas agama-agama, tetap tidak bisa membendung arus gerakan pencerahan dari periode ini, apalagi perkembangan teknologi semakin canggih maka bentuk-bentuk pornoaksi semakin bervariasi dari bentuk pondasi dasar berupa prostitusi sampai berbentuk lukisan, fotografi dan film. Bentuk suatu revolusi Perancis dan revolusi kemerdekaan negara-negara setelahnya masih meninggalkan bentuk aksi pembunuhan dalam sejarah peradaban manusia walaupun bentuk perbudakan semakin berkurang dan ikatan berdasarkan komunal darah dan agama semakin terbebaskan.

Yang menjadi pertanyaan apakah kemudian Pemerintahan Negara modern perlu melegalkan bentuk pornoaksi dan pornografi seperti yang terjadi dalam dunia Barat? Saya kira ya, hal ini bisa diterima dengan mempertimbangkan beberapa segi finansial dan psikologis moral dari praktek-praktek pornografi dan pornoaksi.

Dalam segi finansial/material, pemerintahan negara mampu mendapatkan sumber pemasukan baru demi mempertahankan ukuran PPN 10% atau jika ingin melangkah lebih maju maka PPN harus dikurangi dari besaran 10% dan tentu dapat memangkas tingkat persentase pajak yang lainnya dalam tahap perkembangannya.

Dalam segi psikologi moral, maka hal yang diperlukan adalah mengetahui motif-motif dan dampak-dampak secara psikologis dari para pelaku pornoaksi dan pornografi.

Pada pelaku prostitusi yang dilakukan oleh seorang perempuan akan berdampak terjadinya kegelapan psikologis yang berpotensi menimbulkan praktek perbudakan, pembunuhan, hasrat kemewahan yang melampaui batas dan pengekangan/pemenjaraan sosial. Pelaku prostitusi pada perempuan ini juga akan mengalami kegelapan akal pikiran, kelemahan mental (hilangnya keimanan/ketidakyakinan) karena menginginkan jumlah kekayaan yang cepat dan rentan terhadap penyakit menular seksual. Bagaimana pun kekayaan yang didapat perempuan pelaku prostitusi tidak akan abadi.

Kemudian prilaku prostitusi seorang laki-laki atau gigolo dinilai suatu hal praktek yang otoritatif, dalam artian mampu mengurangi dampak kegelapan psikologis (berupa pembunuhan dan perbudakan) yang ditularkan dan lebih kuat dari serangan penyakit menular dan mampu melakukan penetapan batas-batas pencapaian kekayaan yang wajar. Walau pun perilaku ini baik dilakukan oleh laki-laki atau pun perempuan tidak menunjukkan suatu hal yang dinamakan Kekuatan dari suatu aksi atau tindakan.

Kemudian revolusi yang dicapai oleh peradaban manusia adalah penemuan komoditas berupa kondom. Hal ini mampu membatalkan hukum perzinahan dan juga mencegah timbulnya penyakit-penyakit menular seksual. Alat ini dinilai sangat otoritatif untuk kebebasan seksual jika sudah menikah.

Lalu pertanyaan kemudian hal-hal apa saja yang dinilai baik dalam memproduksi bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi. Tentu saja pencapaian lukisan-lukisan Renaisans adalah bentuk terbaik dalam bentuk lukisan, namun hal itu hanyalah segelintir orang saja yang mampu mencapai kapasitas dan kualitas tersebut. Bentuk pornografi yang otoritatif adalah bentuk fotografi dibandingkan bentuk film. Namun tetap mempertimbangkan bahwa bentuk prostitusi non publik/privat dan tulisan adalah bentuk pornografi dan pornoaksi yang sudah ada sejak peradaban-peradaban pemerintahan awal manusia, hal inilah yang dinilai mampu memberikan dampak luas atau lebih otoritatif dibandingkan dengan film dan lukisan kuas konvensional.

Tentu saja suatu bentuk tidak mengkomersialisasikan atau mengkomoditaskan seksualitas adalah suatu bentuk kekuatan.


Kota Bekasi, 18 Januari 2025 Masehi.
Teguh Triatmoko.

Siklus Bulan:
85% Pasang Surut.




Komentar

P.O.P 7

KISAH SKIZOFRENIA NO. 108

KISAH SKIZOFRENIA NO. 109

KISAH SKIZOFRENIA NO. 107

KISAH SKIZOFRENIA NO. 110

KISAH SKIZOFRENIA NO. 106

KISAH SKIZOFRENIA NO. 95

Tayangan Populer

KABAR CERITERA

HERBA

BISIK

PENGORBANAN

ISI

DIALOG ZAMAN

RUMPUT LIAR PENJAGA SANG MAWAR

SURAT UNTUK BUNDA